BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dengan adanya kode etik bidan di
Indonesia yang sudah diputuskan oleh KONAS IBI X Nomor 005/005/SKEP/KONAS IBI
X/1988, yang tertulis dalam mukadimah yang tertulis :
Dengan
rahmat tuhan yang maha esa dan di dorong oleh keinginan yang luhur demi
tercapainya:
·
Masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
·
Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
·
Tingkat
kesehatan yang optimal bagi setiap warga Negara
Indonesia,maka ikatan bidan Indonesia sebagai organisasi
kesehatan yang menjadi wadah persatuan dan kesatuan para bidan di
indonesia menciptakan kode etik bidan Indonesia yang di susun atas dasar
penekanan keselamatan klien di atas kepentingan lainnya.
Terwujudnya
kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan
untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim
kesehatan demi tercapainya cita cita pembangunan nasional di bidang kesehatan
pada umumnya .KIA/KB dan kesehatan keluarga pada khususnya. Mengupayakan segala
sesuatunya agar kaumnya pada detik detik yang sangat menentukan pada saat
menyambut kelahiran insan generasi penerus secara selamat,aman dan nyaman
merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menyadari
tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkatkan sesuai
dengan perkembangan zaman dan nilai nilai sosial budaya yang berlaku dalam
masyarakat ,sudah sewajarnya etik bidan ini berdasarkan pancasila dan undang
undang dasar 1945 sebagai landasan idela dan garis garis besar haluan Negara
sebagai landasan operasional. Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijakan
yang berlaku bagi bidan,kode etik ini merupakan pedoman dalam tatacara dan
keselarasan dalam pelaksanan pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya
memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhadap ibu hamil ,ibu
menyusui ,bayi dan balita pada khususnya sehingga mereka tumbuh berkembang
menjadi insane Indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap
memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat
pada khususnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Jelaskan dasar hukum
yang membahas mengenai tanggung jawab bidan terhadap pemerintah ?
2. Bagaimana tentang kode
etik bidan di Indonesia ?
3. Jelaskan kewajiban bidan
secara umum yang termuat dalam 7 BAB dalam kode etik bidan !
4. Apa saja kewajiban bidan
terhadap pemerintah, Nusa, Bangsa dan Negara ?
5. Berikan contoh kasus
mengenai kewajiban bidan terhadap pemerintah, Nusa, Bangsa dan Negara ?
1.2 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan dasar hokum
tentang adanya tanggung jawab bidan terhadap pemerintah
2. Mnjelaskan tentang kode
etik bidan
3. Menjelaskan kewajiban
bidan secara umum yang termuat dalam 7 BAB dalam kode etik bidan
4. Menjelaskan apa saja
kewajiban bidan terhadap pemerintah, Nusa, Bangsa dan Negara ?
5. Memberikan contoh kasus
mengenai kewajiban bidan terhadap pemerintah, Nusa, Bangsa dan Negara
1.3 Manfaat Penulisan
1.
Sebagai dasar bagi bidan dalam memberikan asuhan sesuai dengan apa yang
ada dalam peraturan yang berlaku, sehingga kewajiban bidan terhadap bangsa dan
Negara menjadi terwujud
2.
Diharapkan bisa terciptanya tenaga profsional yang senatiasa berperan
dalam menurunkan angka kematian pada ibu dan anak, dan meningkatkan KIA/KB
serta kesehatan keluarga
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, pasal 50 penjelasan menyatakan bahwa : Yang dimaksud dengan”
standar profesi ”adalah batasan kemampuan ( knowledge, skill and professional
attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat
melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat
oleh organisasi profesi dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan)
kompetensi yaitu :
1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu
sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang
bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang
tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka
untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan
kesiapan menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan
kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan
dari komplikasi tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi
dan tanggap terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru
lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan
balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada
keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.
Setiap Kompetensi dilengkapi dengan Pengetahuan dan
keterampilan dasar, pengetahuan dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki
dan dilaksanakan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan. Setiap Bidan harus
bekerja Secara profesional dalam melaksanakan profesi asuhan kebidanan , dan
dalam melaksanakan profesi tersebut Bidan harus bekerja sesuai standar yang
meliputi, standar pendidikan, standar falsafah, standar organisasi, standar
sumber daya pendidikan, standar pola pendidikan kebidanan, standar kurikulum,
standar tujuan pendidikan, standar evaluasi pendidikan, standar lulusan.
Standar Pendidikan Berkelanjutan Bidan, standar
organisasi, standar falsafah, standar sumber daya pendidikan, standar program
pendidikan dan pelatihan, standar fasilitas, standar dokumen penyelenggaraan pendidikan
berkelanjutan. Standar pengendalian mutu Standar Pelayanan Kebidanan, standar
falsafah, Standar Administrasi Dan Pengelolaan, Standar Staf Dan Pimpinan.
Standar Fasilitas Dan Peralatan, Standar Kebijakan Dan Prosedur, Standar
Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan, Standar Asuhan, Standar Evaluasi Dan
Pengendalian Mutu. Standar praktik kebidanan, Standar metode asuhan, Standar
pengkajian, Standar Diagnosa kebidanan, standar rencana asuhan, standar
tindakan, standar partisipasi klien, standar pengawasan, standar evaluasi,
standar dokumentasi.
2.2 Kode Etik Bidan Indonesia
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber
dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan
pernyataan komprehensif
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam me laksanakan pengabdian profesi. Kode Etik Bidan Indonesia, meliputi :
suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam me laksanakan pengabdian profesi. Kode Etik Bidan Indonesia, meliputi :
Ø Kewajiban bidan terhadap
klien dan masyarakat
·
Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
·
Setiap bidan dalam menjalankan
tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai
dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien,
menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluaraga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
·
Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
derajart kesehatannya secara optimal.
Ø Kewajiban bidan terhadap
tugasnya
·
Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien,
keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya
berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
·
Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan
dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan
·
Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan dengan kepentingan klien
Ø Kewajiban bidan terhadap
sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
·
Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan
suasana kerja yang serasi.
·
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
Ø Kewajiban bidan terhadap
profesinya
·
Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi
dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang
bermutu kepada masyarakat
·
Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan
profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
·
Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
·
Setiap bidan wajib memelihara
kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
·
Setiap bidan wajib meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
·
Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
Ø Kewajiban bidan terhadap
pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
·
Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
2.3 Standar Profesi Bidan
Dalam setiap Puskesmas atau Rumah sakit,
bidan merupakan tenaga profesi kesehatan yang sangat penting peranannya
terutama terhadap pelayanan kesehatan keluarga. Seorang bidan dalam menjalankan
setiap tugasnya mempunyai standar pelayanan dan kode etik yang harus dipatuhi.
namun sudahkah mereka mengenal da mampu menjalankan standar dan kode etik tadi.
Berikut ini kami sampaikan lampiran : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007 TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN
Bahwa
pembangunan kesehatan pada
hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial budaya dan
ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dilakukan berbagai upaya
pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terarah dan berkesinambungan. Masalah
reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama yang laten yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih
tinggi akibat bebagai faktor termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang
baik. Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu
menopause dan kanker.Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada
persaingan global yang semakin ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan
manusia Indonesia yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang
harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan.
Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin
dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga
dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan
merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan
dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang
berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan
berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga
kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas
tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk
melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek
pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek
input, proses dan output. Tujuannya adalah :
a.
Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b.
Sebagai landasan untuk standndarisasi dan perkembangan profesi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Kewajiban
Bidan Terhadap Pemerintah, Nusa, Bangsa Dan Tanah Air
Sebagaimana yang termuat dalam peraturan yang ditetapkan oleh
KOMNAS tentang kode etik bidan, tentang tanggung jawab bidan yang termua dalam
7 bab. Satu diantaranya yaitu, bidan mempunyai kewajiban terhadap pemerintah,
nusa, bangsa dan negara. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa tanggung jawab bidan
terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air adalah sebagai berikut :
Ø Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
senantiasa melaksanakan ketentuan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan,
khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga .
Tugas
atau kewajiban bidan terhadap pemerintah pada poin pertama yaitu berkewajiban
untuk melaksanakan ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, yaitu dalam
pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa
kesehatan ibu dan anak sangat penting untuk dijaga, dan peran bidan sangat
dibutuhkan untuk mengurangi angka kematian dan angka kesakitan pada ibu dan
anak. Perlu diketahui, bahwa angka kematian dan angka kesakitan pada ibu
bersalin masih sangat tinggi. Maka disanalah perlunya seorang bidan yang
profesional sehingga mampu meningkatkan pelayanan kebidanan khususnya dalam
KIA/KB serta kesehatan keluarga. Salah satu upaya untuk meningkatkan hal
tersebut, maka diperlukan adanya promkes kepada masyarakat serta harus adanya
ketersediian tenaga bidan yang berkualitas.
Untuk dapat
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia, Departemen Kesehatan melakukan
strategi agar semua asuhan antenatal dan
sekitar 60 % dari keseluruhan persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
Strategi ini dilaksanakan untuk dapat mengenali dan menanggulangi gangguan
kehamilan dan persalinan sedini mungkin. Tingginya Angka Kematian Ibu ( AKI ) di
Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup ( SDKI, 1994 ) tertinggi di
Asean, menempatkan upaya penurunan aki sebagai program prioritas. Penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia
adalah perdarahan, infeksi dan pre eklampsi. Dan untuk mencegah adanya
komplikasi obstetric,serta memastikan bahwa komplikasi terdeteksi sedini
mungkin serta ditangani secara memadai maka bidan harus kompeten dalam
mengidentifikasi adanya tanda-tanda bahaya terutama pada kehamilan, bahaya pada
kehamilan antara lain:perdarahan pervaginam, Mual muntah terus menerus yang
mengarah kepada hiperemesis gravidarum, sakit kepala hebat dan gangguan
penglihatan serta bengkak pada wajah kaki dan tangan yang mengarah kepada
preeklampsi, keluar cairan ketuban sebelum waktunya dan gerak janin berkurang.
Hal
ini penting diketahui untuk praktisi bidan dalam memberikan asuhan kebidanannya
didalam mengidentifikasi tanda bahaya ini pada setiap kunjungan. Jika bidan
bidan menemukan suatu tanda bahaya maka akan mempermudah bidan mendeteksi dini
komplikasi-komplikasi pada kehamilan sehingga mempermudah bidan dalam
mrencanakan penatalaksanaan asuhan yang sesuai, yang pada akhirnya akan dapat
mencegah resiko kematian ibu dan janin. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik terhadap wanita
hamil, persetujuan dan kenyamanan pasien harus diperhatikan oleh bidan.
Meskipun ibu hamil tidak secara rutin diukur untuk menetapkan tinggi badannya,
tinggi badan yang pendek dikaitkan dengan komplikasi kehamilan dan kelahiran,
misalnya distosia (Olugibile & Mascarenhas, 2000). Oleh karena itu, penting
untuk mengkaji ibu hamil dan keluarganya secara holistik serta mengkaji
pertumbuhan dan perkembangan janin dengan mengenali tanda-tanda yang berkaitan
dengan pengetahuan ini.
Banyak
faktor yang menyebabkan AKI semakin tinggi, diantaranya :
v Pendekatan resiko mempunyai bila prediksi yang
buruk karena kita tidak bisa membedakan ibu yang akan mengalami komplikasi dan
yang tidak. Hasil studi di Kasango (Zaire) membuktikan bahwa 71% ibu yang
mengalami partus macet tidak terprediksi sebelumnya, dan 90% ibu yang
diidentifikasi sebagai beresiko tinggi tidak pernah mengalami komplikasi.
v Banyak ibu yang digolongkan dalam kelompok
resiko tinggi tidak pernah mengalami komplikasi, sementara mereka telah memakai
sumber daya yang cukup mahal dan jarang didapat. Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian asuhan khusus pada ibu yang tergolong dalam kategori resiko tinggi
terbukti tidak dapat mengurangi komplikasi yang terjadi (Enkin, 2000 : 22).
v Memberikan keamanan palsu sebab banyak ibu yang
tergolong kelompok resiko rendah mengalami komplikasi tetapi tidak pernah
diberitahu bagaimana cara mengetahui dan apa yang dapat dilakukannya.
Sementara peran penolong yang trampil sangat diperlukan
untuk :
v Membantu setiap bumil & keluarganya membuat
perencanaan persalinan : petugas kesehatan yang terampil, tempat bersalin,
keuangan, nutrisi yang baik selama hamil, perlengkapan esensial untuk
ibu-bayi). Penolong persalinan yang terampil menjamin asuhan normal yang aman
sehingga mencegah komplikasi yang mengancam jiwa serta dapat segera mengenali
masalah dan merespon dengan tepat.
v Membantu setiap bumil & keluarganya
mempersiapkan diri menghadapi komplikasi (deteksi dini, menentukan orang yang
akan membuat keputusan, dana kegawatdaruratan, komunikasi, transportasi, donor
darah,) pada setiap kunjungan. Jika setiap bumil sudah mempersiapkan diri
sebelum terjadi komplikasi maka waktu penyelamatan jiwa tidak akan banyak
terbuang untuk membuat keputusan, mencari transportasi, biaya, donor darah,
dsb.
v Melakukan skrining/penapisan kondisi-kondisi
yang memerlukan persalinan RS (riwayat SC, IUFD, dsb). Ibu yang sudah tahu
kalau ia mempunyai kondisi yang memerlukan kelahiran di RS akan berada di RS
saat persalinan, sehingga kematian karena penundaan keputusan, keputusan yang
kurang tepat, atau hambatan dalam hal jangkauan akan dapat dicegah.
v Mendeteksi & menangani komplikasi
(preeklamsia, perdarahan pervaginam, anemia berat, penyakit menular seksual,
tuberkulosis, malaria, dsb).
v Mendeteksi kehamilan ganda setelah usia
kehamilan 28 minggu, dan letak/presentasi abnormal setelah 36 minggu. Ibu yang
memerlukan kelahiran operatif akan sudah mempunyai jangkauan pada penolong yang
terampil dan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.
v Memberikan imunisasi Tetanus Toxoid untuk
mencegah kematian BBL karena tetanus.
v Memberikan suplementasi zat besi & asam
folat. Umumnya anemia ringan yang terjadi pada bumil adalah anemia defisiensi
zat besi & asam folat.
Kewajiban bidan
yang lainnya ialah pelayanan KB yang harus dipromosikan kepada masyarakat.
Keluarga berencana adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma. Adapun yang
harus kita ketahui ialah cara kerja kontrasepsi yang bermacam-macam tetapi pada
umumnya adalah :
a. Mengusahakan
agar tidak terjadi ovulasi/pembuahan
b. Melumpuhkan
sperma
c. Menghalangi
pertemuan sel telur (ovum) dengan sperma
Pada
umumnya cara/metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi :
1) Metode
sederhana
a. Tanpa
alat/obat
·
Senggama terputus
·
Pantang berkata
b. Dengan
alat/obat
·
Kondom
·
Jelly, cream dan cairan berbusa
·
Diafragma atau cap
·
Tablet berbusa (vagina tablet)
2) Metode
efektif
·
Pil KB
·
AKDR (Alat kontrasepsi dalam rahim)
·
Suntikan KB
·
Susuk KB
3) Metode
mantap dengan cara operasi (kontrasepsi mantap)
·
Pada wanita:
Tubektomi
·
Pada pria :
Vasektomi
Ø Setiap bidan melalui profesinya berpartisifasi
dan menyumbang pemikiranya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan
pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Poin
yang kedua dalam BAB IV mengenai tanggung jawab bidan terhadap pemerintah,
nusa, bangsa, dan tanah air yaitu seorang bidan harus berpartisipasi atau
menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah tentunya mengenai KIA/KB dan
kesehatan keluarga. Partisipasi tersebut perlu diwujudkan oleh bidan dengan
beberapa cara.
3.2
Kasus Tentang Kewajiban Bidan Terhadap Negara
Berbahagialah ibu hamil yang tinggal di kota besar, sebab cukup banyak
bidan yang beroperasi di sana. Asal tahu saja, 90 persen kelahiran di kota-kota
besar lebih banyak ditangani bidan daripada dokter kandungan. Sebab, di samping
tarifnya lebih murah, pendekatan yang dilakukan para bidan terhadap pasien
biasanya lebih bersifat kekeluargaan ketimbang dokter.
Namun jangan
salah, di daerah pedesaan, di mana peran bidan sangat dibutuhkan, jumlah mereka
justru minim sekali. ”Di Papua misalnya, dalam empat desa hanya ada satu bidan.
Padahal idealnya setiap desa harus ada satu bidan,” papar Wastidar Musbir,
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) kepada SH di Jakarta,
Selasa(2/9).
Tidak heran kalau di sana para ibu hamil malas memeriksakan kandungan ke bidan.
Bukan karena biayanya mahal atau bagaimana, namun transportasi menjadi kendala
utama. ”Tarif periksa bidan di Puskesmas cuma Rp1.000, tapi ongkos transpornya
bisa Rp20.000,” tambah Wastidar. Padahal 80 persen penduduk Indonesia bermukim
di sekitar 69.061 desa (Profil Kesehatan Indonesia 2000). Yang memprihatinkan,
jumlah tenaga bidan di desa kian lama kian berkurang. Sejak diadakan program
Bidan di Desa (BDD) tahun 1989, jumlah BDD justru terus menyusut. Dari 62.812
BDD di tahun 2000 menjadi 39.906 di tahun 2003. Hari ini ada sekitar 22.906
desa yang tidak lagi memiliki bidan.
Dengan kondisi ini dikhawatirkan masyarakat pedesaan harus merogoh kocek
lebih dalam untuk mendapat akses pelayanan kesehatan. Namun yang jelas mereka
akan kembali pada dukun bayi, pihak yang sejak dulu dipercaya sebagai
penanganan prosedur kelahiran. Repotnya, masih banyak dukun bayi yang belum
mahfum betul soal kebersihan, sehingga tak jarang kelahiran berakhir dengan
kematian atau gangguan kesehatan pada bayi. Salah satu upaya adalah dengan
mengadakan pendampingan dukun bayi oleh para bidan agar mereka paham
aspek-aspek kebersihan dan kesehatan. Dengan fakta sedemikian minimnya tenaga
bidan di pedesaan, tak heran kalau Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia cukup
tinggi. Bahkan AKI di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara
ASEAN, yakni 373 setiap 100.000 pada tahun 1997 dan terus meningkat menjadi 391
setiap 100.000 kelahitan pada 2002.
Sementara berdasar Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997
menunjukkan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 52,2 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab utama dari AKI dan AKB adalah pendarahan, eklamsia dan infeksi yang sebenarnya dapat cepat tertangani. Tentu saja angka-angka tersebut tidak akan sebanyak itu kalau saja jumlah bidan di pedesaan tercukupi. Walau di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan atau Surabaya mayoritas kelahiran bisa ditangani oleh bidan, tidak demikian halnya di daerah pedesaan. Ini terlihat dari data yang dirangkum Survei Ekonomi dan Sosial Nasional (Susenas) tahun 2001 yang memperlihatkan bahwa di pedesaan hanya 45,83 persen saja yang ditolong bidan. Sisanya persalinan lebih banyak dibantu oleh dukun atau bahkan tanpa bantuan siapa pun yang tentu saja akan sangat memungkinkan terjadinya AKI atau AKB.
Penyebab utama dari AKI dan AKB adalah pendarahan, eklamsia dan infeksi yang sebenarnya dapat cepat tertangani. Tentu saja angka-angka tersebut tidak akan sebanyak itu kalau saja jumlah bidan di pedesaan tercukupi. Walau di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan atau Surabaya mayoritas kelahiran bisa ditangani oleh bidan, tidak demikian halnya di daerah pedesaan. Ini terlihat dari data yang dirangkum Survei Ekonomi dan Sosial Nasional (Susenas) tahun 2001 yang memperlihatkan bahwa di pedesaan hanya 45,83 persen saja yang ditolong bidan. Sisanya persalinan lebih banyak dibantu oleh dukun atau bahkan tanpa bantuan siapa pun yang tentu saja akan sangat memungkinkan terjadinya AKI atau AKB.
Bagaimana Indonesia tidak kekurangan tenaga bidan kalau memang fasilitas
yang diberikan pemerintah bagi profesi ini sangat minim sekali. Lulusan akademi
kebidanan tidak bisa begitu saja diangkat menjadi pegawai negeri sehingga
mereka harus melanjutkan kuliah lagi.
”Para bidan yang sudah lulus akademi sekarang lebih suka mengambil kuliah lagi, sebab dengan begitu bisa diterima menjadi pegawai negeri dengan gaji memuaskan,” tutur Wastidar. Maka itu sangat sedikit bidan yang selulus akademi sudi ditempatkan di desa terpencil. Selain mereka sering mengalami keterlambatan gaji, seringkali kesejahteraan warga desa juga tak mencukupi untuk membayar tarif bidan. Alhasil, bidan di desa terpencil harus ekstraprihatin. Apalagi sudah sejak tahun 2000 pemerintah menghapus program pemilihan bidan teladan. Otomatis tenaga bidan sekarang tidak lagi terlalu ”bersemangat” untuk berlaku teladan seperti masa lalu.
Wastidar juga menekankan, kendala lain yang membuat profesi bidan kurang diminati awam. Jenjang pendidikan untuk para bidan kini amat terbatas. Sampai sekarang strata pendidikan bidan belum ada yang mencapai S1. Pilihan bagi bidan hanya mencakup D3 atau D4. Sementara untuk meneruskan pendidikan ke luar negeri tentu butuh biaya besar. Jumlah Akademi kebidanan di seluruh Indonesia hanya 120 buah untuk jenjang D3 dan hanya empat untuk D4. Wastidar sangat berharap pemerintah mau sedikit memberi perhatian pada masalah pendidikan bidan ini demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
”Para bidan yang sudah lulus akademi sekarang lebih suka mengambil kuliah lagi, sebab dengan begitu bisa diterima menjadi pegawai negeri dengan gaji memuaskan,” tutur Wastidar. Maka itu sangat sedikit bidan yang selulus akademi sudi ditempatkan di desa terpencil. Selain mereka sering mengalami keterlambatan gaji, seringkali kesejahteraan warga desa juga tak mencukupi untuk membayar tarif bidan. Alhasil, bidan di desa terpencil harus ekstraprihatin. Apalagi sudah sejak tahun 2000 pemerintah menghapus program pemilihan bidan teladan. Otomatis tenaga bidan sekarang tidak lagi terlalu ”bersemangat” untuk berlaku teladan seperti masa lalu.
Wastidar juga menekankan, kendala lain yang membuat profesi bidan kurang diminati awam. Jenjang pendidikan untuk para bidan kini amat terbatas. Sampai sekarang strata pendidikan bidan belum ada yang mencapai S1. Pilihan bagi bidan hanya mencakup D3 atau D4. Sementara untuk meneruskan pendidikan ke luar negeri tentu butuh biaya besar. Jumlah Akademi kebidanan di seluruh Indonesia hanya 120 buah untuk jenjang D3 dan hanya empat untuk D4. Wastidar sangat berharap pemerintah mau sedikit memberi perhatian pada masalah pendidikan bidan ini demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Bukan hanya masalah pendidikan saja yang membuat orang urung menjadi bidan.
Mendung juga menerpa profesi ini setelah ditiadakannya penerimaan pegawai
negeri sipil (PNS). Namun itu semua tidak menyurutkan semangat para bidan yang
kini ada untuk terus mengemban tugasnya. Ini terbukti dari akan
diselenggarakannya Kongres IBI yang ke-13 pada 7-11 September mendatang di
Jakarta. Kongres ini akan diikuti oleh 1.600 perwakilan IBI di seantero
Indonesia yang beranggotakan 76.000 orang di 30 provinsi. Kongres ini antara
lain akan mensosialisasikan program Bidan Delima kepada anggotanya dan
masyarakat luas.
3.3 Standar kompetensi Bidan Guna Memenuhi Kewajiban
Bidan Terhadap Pemerintah
Standar kompetensi ialah suatu hal yang
menjadi pacuan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam kewajibannya terhadap
menurunkan AKI serta meningkatkan KIA/KB dan keluarga. Serta berupaya
menyumbangkan fikiran untuk mewujudkan KIA/KB serta kesehatan keluarga.
Sehingga akan terciptanya masyarakat yang sehat produktif. Tentunya hal itu
ialah implementasi dari kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa, dan
tanah air. Standar kompetensi yang dimaksud ialah :
·
Kompetensi ke 1
: Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan
dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari
asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir
dan keluarganya.
Pengetahuan dan Keterampilan Dasar :
- Kebudayaan dasar masyarakat di Indonesia.
- Keuntu
- ngan dan kerugian praktik kesehatan tradisional dan modern.
- Sarana tanda bahaya serta transportasi kegawat-daruratan bagi anggota masyarakat yang sakit yang membutuhkan asuhan tambahan.
- Penyebab langsung maupun tidak langsung kematian dan kesakitan ibu dan bayi di masyarakat.
- Advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal (kesehatan dalam memperoleh pelayanan kebidanan).
Pengetahuan dan Keterampilan Tambahan
- Epidemiologi, sanitasi, diagnosa masyarakat dan vital statistik.
- Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, serta bagaimana mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk asuhan kebidanan.
- Primary Health Care (PHC) berbasis di masyarakat dengan menggunakan promosi kesehatan serta strategi penvegahan penyakit.
- Program imunisasi nasional dan akses untuk pelayanan imunisasi.
Perilaku Profesional Bidan
- Berpegang teguh pada filosofi, etika profesi dan aspek legal.
- Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.
- Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir.
- Menggunakan cara pencegahan universal untuk penyakit, penularan dan strategis dan pengendalian infeksi.
- Melakukan konsultasi dan rujukan yang tepat dalam memberikan asuhan kebidanan.
- Menghargai budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir dan anak.
·
Kompetensi ke-2
: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan
kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat
dalam rangka untuk meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan
kehamilan dan kesiapan menjadi orang tua.
·
Kompetensi ke-3
: Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini,
pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
·
Kompetensi ke-4
: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap
terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang
bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
·
Kompetensi ke-5
: Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang
bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya setempat.
·
Kompetensi ke-6
: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif
pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan.
·
Kompetensi ke-7
: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif
pada bayi dan balita sehat (1 bulan – 5 tahun).
·
Kompetensi ke-8
: Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan
komperhensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya
setempat.
·
Kompetensi ke-9
: Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan
gangguan sistem reproduksi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Kewajiban bidan terhadap
pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air :
·
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam
pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
·
Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran
kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
Bidan berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan pemerintah
dalam bidang kesehatan, yaitu dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kesehatan ibu dan anak sangat penting
untuk dijaga, dan peran bidan yang handal sangat dibutuhkan untuk mengurangi
angka kematian dan angka kesakitan pada ibu dan anak. Perlu diketahui, bahwa
angka kematian dan angka kesakitan pada ibu bersalin masih sangat tinggi. Maka
disanalah perlunya seorang bidan yang profesional sehingga mampu meningkatkan
pelayanan kebidanan khususnya dalam KIA/KB serta kesehatan keluarga. Salah satu
upaya untuk meningkatkan hal tersebut, maka diperlukan adanya promkes kepada
masyarakat serta harus adanya ketersediian tenaga bidan yang berkualitas.
Undang-Undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pasal 50 penjelasan menyatakan bahwa :
Yang dimaksud dengan” standar profesi ”adalah batasan kemampuan ( knowledge,
skill and professional attitude ) minimal yang harus dikuasai oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri
yang dibuat oleh organisasi profesi dalam melaksanakan profesinya.
4.2 Saran
Bidan mempunyai kewajiban terhadap
pemerintah, nusa, bangsa dan negara. Maka bidan mempunyai persyaratan
pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan
etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu tinggi sesuai dengan budaya,
untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya demi terealisasikannya tujian
AKI/KB dan kesehatan keluarga. Selain
itu bidan
harus memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap
terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk
meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan
menjadi orang tua. Bidan memberi asuhan antenatal
bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi:
deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
Bidan juga harus memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
DAFTAR
PUSTAKA
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan;
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
- Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
- International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO).
- http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/02/profesi-bidan-di-indonesia/